Minggu, 19 Desember 2010

Sejarah Penyebaran Islam di Indonesia
 
Menurut catatan sejarah, kerajaan Perlak yang berdiri tahun 840 M adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Tentang fakta itu dapat dipastikan bahwa masuknya agama Islam terjadi jauh sebelum tahun berdirinya kerajaan itu, karena kerajaan itu didirikan ketika sebagian besar penduduknya telah cukup lama memeluk agama Islam. Pada abad IX Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad konon mengirimkan delegasi dakwah yang terdiri dari orang-orang Arab yang berakidah Ahlussunnah wal Jama’ah, bermazhab Syafi’i dan bertashawuf mu’tabar ke wilayah Sumatera Utara. Pada tahun 1042, berdiri kerajaan Islam Samudra Pasai. Menurut Ibnu Bathutah, kerajaan ini, dengan raja pertamanya Al-Malikus Shaleh, menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah dan memilih mazhab Syafi’i.
 
Meski tidak ada catatan yang pasti, diperkirakan kalau Islam masuk ke Pulau Jawa pada akhir abad XIV atau awal abad XV. Ini antara lain dapat dibuktikan dengan tulisan di batu nisan Maulana Malik Ibrahim tentang tahun wafatnya, yakni tahun 1419 M, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, yang beragama Hindu. Di awal abad XV, dengan dukungan Walisongo, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam Demak. Dalam penyebaran agama Islam, cara berdakwah para wali yang jumlahnya sembilan orang itu, dirasa sesuai dengan sifat dan pembawaan masyarakat Jawa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat hampir seluruh masyarakat Jawa memeluk agama Islam. Setelah Demak, berdiri beberapa Kerajaan Islam di Ternate, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara pada abad XVI, sehingga agama Islam menjadi agama yang dianut mayoritas penduduk nusantara.
Ada beberapa faktor pendukung bagi cepatnya penyebaran Islam di bumi nusantara. Pertama, sebagai agama tauhid (tawhîd), Islam menampilkan manusia dalam kedudukan yang sama (musâwah) dan bebas dari penghambatan sesama makhluk (hurriyyah). Prinsip tauhid ini merupakan ajaran yang sama sekali baru yang menarik dan membebaskan manusia dari belenggu lama yang membagi manusia ke dalam kelas-kelas.
Kedua, watak Ahlussunnah wal Jama’ah yang moderat telah membentuk perilaku dan sikap para penyebar Islam. Seperti diketahui, para wali dan penyebar Islam di nusantara adalah penganut Ahlussunnah wal Jama’ah yang teguh. Dengan penuh kearifan, dakwah mereka lakukan secara tadrîj (evolusi) dan sejauh mungkin memperkecil beban yang bisa dirasakan masyarakat (taqlîl al-takâlif).
Ketiga, Islam dapat menjadi agama rakyat karena disampaikan dengan penuh kedamaian dan menghormati tradisi dan nilai secara arif berdasarkan prinsip-prinsip:
1. Nilai lama yang secara diametral bertentangan dengan akidah disikapi dengan cara menolaknya secara argumentatif.
2. Nilai lama yang tidak sesuai dengan syari’at diluruskan secara bertahap.
3. Nilai lama yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dibiarkan terus keberadaannya dan diberikan nafas Islam.
Perkembangan Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah bertambah pesat ketika generasi penerus Walisongo dan penyebar Islam lainnya mengembangkan strategi dan pendekatan penyebaran Islam melalui lembaga pesantren. Pesantren tampil dan berperan sebagai pusat penyebaran dan pendalaman agama Islam secara lebih terarah. Dari pesantren lahir lapisan masyarakat dengan tingkat kesadaran dan paham agama yang relatif utuh dan lurus.
Pada tahap-tahap awal, lembaga pesantren memang lebih memfokuskan perhatiannya pada upaya pemantapan tauhid dan pembinaan tashawuf. Pesantren kurang memperhatikan pendalaman keilmuan Islam. Ini antara lain disebabkan literatur ke-Islaman, karya ulama-ulama terkemuka masih sangat terbatas.
Pada pertengahan abad XIX kontak langsung antara umat Islam di nusantara dan dunia Islam lainnya, termasuk umat Islam di negara-negara Arab, mulai terbuka. Sebelumnya karena kepentingan politik penjajah Belanda, hal itu sulit dilakukan. Kontak dengan dunia Islam itu bukan saja melalui jama’ah haji ke Tanah Suci, tapi juga melalui sejumlah pemuda nusantara yang belajar di negara-negara Arab. Banyaknya literatur di pusat studi Islam di Timur Tengah, telah memungkinkan para pelajar dari Indonesia mencapai tingkat pengetahuan yang lebih luas dan pandangan yang lebih terbuka.
Di antara para pelajar dari nusantara adalah KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. A. Wahab Hasbullah dan KH. M. Bisri Sansuri. Ketiganya belajar di Makkah saat ide Muhammad Abduh dan paham Wahabi sedang gencar-gencarnya diperbincangkan dan disebarluaskan. Ide Muhammad ‘Abduh antara lain adalah ajakan terhadap umat Islam agar segera bangkit dari dunianya yang beku dan melepaskan diri dari keterikatannya dengan pemikiran mazhab yang mengakibatkan kebekuan itu. Kaum Wahabi menilai praktek-praktek keagamaan umat Islam telah bercampur dengan syirik, tercampur dengan keyakinan lama yang belum ternetralisasikan, sehingga perlu dibersihkan.
Paham dan gerakan Wahabi, yang dirintis oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, merumuskan dan menyajikan paham keagamaan dalam bentuk yang sistematis. Ide dasarnya berpangkal pada ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah, yang dalam banyak hal mengikuti garis mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal. Saat ‘Abd al-‘Aziz ibn Sa’ud berhasil merebut kekuasaan di Hijaz (sekarang Arab Saudi), paham Wahabi dinyatakan sebagai paham negara yang resmi. Hal ini menjadikan paham dan gerakan Wahabi cepat menyebar. Selain itu, penyebaran paham ini juga dibawa oleh para jama’ah haji dari berbagai penjuru dunia, di samping oleh para pelajar yang memperdalam ilmu agama di Makkah.
Default Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia

Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di seluruh dunia. Muslim di Indonesia juga dikenal dengan sifatnya yang moderat dan toleran. Sejarah awal penyebaran Islam di sejumlah daerah yang sekarang dikenal sebagai Indonesia sangatlah beragam. Penyebaran Islam di tanah Jawa sebagian besar dilakukan oleh walisongo (sembilan wali). Berikut ini adalah informasi singkat mengenai walisongo.

"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid.

Maulana Malik Ibrahim adalah yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha
Reply With Quote

Perkembangan islam di indonesia

February 23, 2010 | In: ilmu
Perkembangan islam di indonesia – Agama Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang mendukungnya. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak uraian materi berikut ini

A. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini.
1. Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.
Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.
2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan
ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.
Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.
9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)
Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah

Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia

PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
A. SEBELUM KEMERDEKAAN
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke delapanmasehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermahzab Syafi’I telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia.
Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah :
  1. Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
  2. Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit.
Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama islam hampir meliputi sebagai besar wilayah Indonesia.
Sejak pertengahan abad ke XIX, agama islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah haji, dan sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.
Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :
1. Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Dikerjaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.
Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.
2. Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan.
Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
  1. Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
  1. Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
  1. Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
3. Pada Masa Kemerdekaan
Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di negeri ini.
Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
B. SESUDAH KEMERDEKAAN
1. Pra Kemerdekaan
Ajaran islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak mungkin dihadapi dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran-pemikiran dan kekuatan organanisasi. Seperti :
- Budi Utomo (1908) - Taman Siswa (1922)
- Sarikat Islam (1911) - Nahdhatul Ulama (1926)
- Muhammadiyah (1912) - Partai Nasional Indonesia (1927)
- Partai Komunis Indonesia (1914)
Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut diatas masih ada organisasi islam lainnya yang berdiri pada masa itu, diantaranya:
- Jamiat Khair (1905)
- Persyarikatan Ulama ( 1911)
- Persatuan Islam (1920)
- Partai Arab Indonesia (1934)
Organisasi perbaharu terpenting dikalangan organisasi tersebut diatas, adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nadhatul Ulama yang dipelopori oleh K.H Hasyim Asy’ari.
Untuk mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor pembentukan suatu federasi islam yang baru yang disebut Majelis Islan Ala Indonesia ( Majelis Islam Tertinggi di Indonesia ) yang disingkat MIAI, yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937.
Masa pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang dibentuk oleh pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum muslim di Indonesia, yaitu :
a. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.
b. Masyumi, ( Majelis Syura Muslimin Indonesia ) menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943, Tujuan didirikannya adalah selain untuk memperkokohkan Persatuan Umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan bantuan kaum muslimin kepada usaha peperangan Jepang.
c. Hizbullah, ( Partai Allah atau Angkatan Allah ) semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2. Pasca Kemerdekaan
Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap berkembang di masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan lain lain. Namun ada gerakan-gerakan islam yang muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir Orde Lama. Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan cita-cita negara islam Indonesia.
Gerakan kekerasan yang bernada islam ini terjadi diberbagai daerah di Indonesia diantaranya :
- Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962
- Di Jawa Tengah, pada tahun 1965
- Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965
- Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963
- Dan di Aceh, pada tahun 1953 yang berakhir dengan kompromi pada
tahun 1957

Sejarah islam

Sejarah Islam Di Indonesia

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal…” (QS. Yusuf ayat 111).
Sangat penting mempelajari sejarah dakwah Islam di Indonesia. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an ayat 111 bahwa mempelajari sejarah terdapat ibrah (pelajaran). Dengan memepelajari sejarah di masa lampau, kita dapat mengambil pelajaran untuk di masa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk dakwah di tanah air kita, Indonesia. Sesuai dengan hadist Rasulullah “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini “.
Bahasa merupakan nilai tertinggi dari suatu peradaban. Suatu bangsa dipengaruhi nilai tertentu jika bahasanya dipengaruhi oleh nilai tersebut. Bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa Al-Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna pelajaran dan masih banyak lagi bahasa indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudahdipengaruhi oleh budaya islami.
Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak – babak yang penting:
1. Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Dai yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.
Sampainya dakwah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai yang Islami. Masyarakat ketika berbenalan dengan Islam terbuka pikirannya, dimuliakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.
2. Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur turun kewibawaannya karena konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina di wilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulama-ulama yang menyebarkan dakwah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan dakwah atau melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:
  • a) Perdagangan
  • b) Pernikahan
  • c) Pendidikan (pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
  • d) Seni dan budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
  • e) Tasawwuf
Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang menjadi jaringan penyebaran agama Islam.
3. Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
  • Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
  • Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.
4. Babak keempat, abad 20 masehi
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-¬pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah kesatuan kekuatan umat oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang kontroversi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.
Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada babak ini proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awalnya masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim terbesar di dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.